Ada pertanyaan mendasar yang harus
dijawab oleh setiap guru sekolah Islam, terlebih untuk sekolah yang mengklaim
sebagai sekolah Islam terpadu –apa pun istilahnya. Pertanyaan mendasar ini jika
benar-benar dijawab secara serius, maka harus melahirkan perbedaan yang juga
sangat mendasar dibanding sekolah yang ada. Pertanyaan itu sangat sederhana,
yakni mengapa sekolah ini harus berdiri. Jika sekedar untuk mencerdaskan,
sesungguhnya telah banyak sekolah yang melahirkan para juara. Dan setiap
sekolah juga merasa mencerdaskan peserta didiknya.
Ini berarti, harus ada jawaban yang
lebih mendasar dan kemudian melahirkan perbedaan signifikan. Jika sekolah Islam
terpadu (atau integral) hanya bertujuan mencetak siswa cerdas, terampil dan
memiliki pemahaman Islam yang baik, maka kita bisa berkata bahwa telah banyak
madrasah ibtidaiyah di mana-mana. Begitu juga sekolah yang berbasis pondok
pesantren atau pun sekolah yang dilengkapi dengan pondok pesantren maupun
sekedar asrama yang dilengkapi dengan kegiatan dieniyah. Mungkin agak membingungkan,
tetapi tiga jenis sekolah – asrama ini sangat berbeda arah dan kebijakannya.
Jika pertanyaan mendasar ini mampu
dijawab dengan baik oleh guru maupun sekolah, maka dengan sendirinya akan
tercermin pada bagaimana mereka berkomunikasi, lebih-lebih dalam masalah
kebijakan.
Secara sederhana, ada tiga jenis
perbedaan. Pertama, sekolah menciptakan perbedaan dibanding sekolah lain
semata-mata karena ingin berbeda, tetapi tidak ada pijakan ideologis yang kuat.
Serupa dengan itu adalah perbedaan yang muncul secara alamiah. Keduanya
termasuk perbedaan yang “asal beda”. Kedua, sekolah secara serius
melakukan pembedaan, berusaha mencari dan menemukan hal-hal berbeda yang unik
dan bisa menjadi nilai lebih agar memiliki daya tarik yang tinggi. Sekolah
sengaja memunculkan perbedaan sebagai strategi pemasaran. Inilah yang biasa
disebut diferensiasi. Ketiga, sekolah secara sadar berbeda dan menjaga
perbedaan tersebut secara serius karena terikat dengan alasan mendasar mengapa
sekolah itu berdiri dan terobsesi oleh apa yang menjadi tujuan besar sekolah
yang bersifat khas. Inilah perbedaan yang seharusnya dimiliki oleh setiap
sekolah Islam, terlebih bagi sekolah yang telah memberi julukan “wah” untuk
dirinya sendiri.
Pertanyaannya, dimana kita bisa menjumpai
sekolah semacam ini? Hari ini banyak sekolah Islam yang lebih suka berbicara
dan menulis di brosurnya tentang hal-hal menarik, tetapi tidak menunjukkan ruh
Islam di dalamnya. Sekolah Islam lebih fasih berbicara tentang moving class,
quantum learning dan sejenisnya daripada tarbiyah atau syakhsiyah.
Bukan tidak boleh mempelajari itu semua. Tetapi seharusnya pertanyaan mendasar
tersebut sudah dijawab dengan tuntas dan dijabarkan dalam kegiatan pendidikan
dan pembelajaran sehari-hari.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar